Sebelum membubarkan acara bedah buku itu, sekitar 10 mahasiswa asal Papua tampak duduk-duduk di luar Toko Buku (TB) Gramedia. Mereka menunggu puluhan mahasiswa lainnya yang belum datang.
Menurut rencana, saat acara itu berlangsung, mereka akan menggelar aksi damai. Namun, setelah rombongan mahasiswa berdatangan dari arah selatan, keadaan menjadi tak terkendali. Massa mahasiswa itu berusaha masuk ke ruang diskusi di Lantai IV.
Kepala TB Gramedia Sudirman, Yogyakarta, Anton Wahyu mengatakan, pihaknya tidak mengalami kerugian berarti akibat peristiwa tersebut. “Hanya beberapa peralatan sound system dan sejumlah kursi yang mengalami kerusakan, namun kami tetap menyayangkan aksi tersebut,” kata Anton.
Kepala Kepolisian Sektor Gondokusuman Ajun Komisaris Widyatmoko menyatakan, pihaknya tidak mau gegabah dalam bertindak, khususnya terhadap para mahasiswa asal Papua yang melakukan protes tersebut.
Dikatakan, bagi petugas keamanan saat itu, yang paling penting adalah menjaga agar peristiwa tersebut tidak meluas dan suasana Yogyakarta yang aman tetap terjaga.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Kota Besar Yogyakarta Ajun Komisaris Besar Condro Kirono yang dihubungi secara terpisah mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti kasus tersebut jika nanti terbukti ada unsur tindak pidananya.
Naik dan merusak
Acara bedah buku karangan Kesselbrenner asal Rusia itu sedianya akan menghadirkan tiga pembicara, yaitu Direktur Irian Jaya Crisis Center (IJCC) Jemmy Demianus Ijie, dosen Pascasarjana Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Dr Budiawan, dan editor buku tersebut, Koesalah Subagyo Toer. Namun, Jemmy Demianus Ijie sendiri tidak hadir.
Begitu masuk ke ruang diskusi, para mahasiswa itu langsung menginterupsi dan membubarkan acara tersebut dengan mengobrak-abrik perlengkapan panitia, kursi, dan peralatan pengeras suara. Mereka berteriak-teriak mencari Jemmy Demianus.
Setelah merusak peralatan sound system dan kursi, para mahasiswa itu kemudian merampas satu kardus berisi buku karya G Kesselbrenner yang sedianya akan dibagikan kepada seluruh peserta acara bedah buku itu.
Mereka kemudian membawa turun buku tersebut dan membakarnya di halaman TB Gramedia sambil menyampaikan pernyataan sikap. Sebelumnya, salah seorang pemrotes juga merampas dan membanting kamera milik salah seorang wartawan yang meliput acara tersebut.
Para peserta diskusi, terlebih perempuan yang membawa anak mereka, ketakutan menyaksikan tindakan para mahasiswa asal Papua itu. Beberapa anak kecil menangis saat digandeng ibunya menyelamatkan diri keluar ruangan. Moderator Angger Jati Wijaya dan para pembicara diskusi langsung menyelamatkan diri melalui pintu samping ruangan tempat acara bedah buku berlangsung.
Persoalan politik baru
Dalam orasinya, KAMP Yogyakarta menyatakan, salah satu panitia bedah buku, yakni IJCC, sedang menumpuk persoalan politik baru bagi potensi konflik di Papua. Selain itu, mereka menganggap isi buku tersebut tidak sesuai dengan dialektika sejarah rakyat Papua, yang justru menimbulkan penafsiran salah atas sejarah Papua dan atas penderitaan rakyat Papua selama ini.
Oleh karena itu, para mahasiswa tersebut menyatakan menolak penerbitan, pengedaran, dan penjualan buku Irian Barat: Wilayah Tak Terpisahkan dari Indonesia karena tidak sesuai dengan fakta sejarah integrasi Papua Barat.
Buku tersebut diterbitkan pertama kali tahun 1950-an dalam bahasa Rusia dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) tahun 1962. Terakhir, Teplok Press menerbitkan buku tersebut pada Desember 2003.