Lompat ke konten

Bahasa Daerah

Sastra Melayu Tionghoa Atau Melayu Pasar Kini Terancam Punah

    Semakin sedikitnya masyarakat yang tidak membutuhkan sastra Melayu-Tionghoa atau yang juga dikenal dengan sastra Melayu Pasar membuat sastra ini ditinggalkan. Untuk itu, kalangan akademisi diharapkan melakukan penelitian untuk kembali menggeliatkan sastra yang berusia lebih dari 70 tahun itu. Demikian diungkapkan sastrawan Ajip Rosidi seusai diskusi tentang dialek Melayu-Tionghoa di Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang, Selasa (28/10). Ajip mengatakan, lebih dari 30 tahun, yakni sejak 1960-an, sastra Melayu Tionghoa mulai ditinggalkan. Baru setelah tahun 1998 sastra ini kembali diperhatikan. ”Sebenarnya tidak ada larangan dari pemerintah atau dari siapa pun untuk menggunakan sastra ini. Hanya, seiring dengan berkembangnya kebudayaan, masyarakat penggunanya juga semakin berkurang,” kata Ajip. Hingga tahun 1960, Ajip menyebutkan ada… Selengkapnya »Sastra Melayu Tionghoa Atau Melayu Pasar Kini Terancam Punah

    Kebanggaan Pada Bahasa Indonesia Mulai Menurun

      Perilaku berbahasa masyarakat selama ini kurang menempatkan bahasa nasional sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Rasa bangga terhadap bahasa Indonesia yang telah menempatkan bahasa itu sebagai lambang jati diri bangsa Indonesia telah menurun yang bisa terlihat banyak anak muda dikota besar yang berbicara bahasa inggris cas cis cus keras-keras dengan temannya dengan rasa bangga. ”Masyarakat memilih penggunaan bahasa asing atau bahasa daerah yang tidak pada tempatnya,” kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo di hadapan sekitar 1.100 peserta Kongres IX Bahasa Indonesia, Selasa (28/10) di Jakarta. ”Negara-negara maju, seperti Jerman dan Jepang, membangun bangsanya melalui politik identitas walau negaranya hancur lebur akibat perang. Jepang membangun jati dirinya melalui pengutamaan penggunaan bahasa… Selengkapnya »Kebanggaan Pada Bahasa Indonesia Mulai Menurun

      Ideologi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Pemersatu Karena Berasaskan Demokrasi Yang Egaliter dan Tidak Mengenal Tingkat Tutur

        Setiap penggunaan bahasa bersifat ideologis. Bahkan, bahasa adalah ideologi. Itulah pandangan para linguis kritis, seperti Volosinov, Bakhtin, Foucault, Fairclough, Wodak, Kress, Hodge, dan Van Dijk. Dalam hal ini, ideologi adalah gagasan atau keyakinan yang commonsensical (sesuai akal sehat) dan tampak normal. Gagasan atau keyakinan itu telah menjadi bawah sadar masyarakat. Maka, jika masyarakat tidak menyadari ideologi (dalam) bahasa yang dipakainya, itu membuktikan ideologi sedang efektif bekerja. Bahasa Indonesia pun bersifat ideologis. Ideologi itu mengenai penentuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928) dan bahasa negara (UUD 1945 Pasal 36). Saat para tokoh pemuda mengikrarkan butir ketiga Sumpah Pemuda, mereka digerakkan ideologi kebangsaan yang demokratis dan egaliter. Maka,… Selengkapnya »Ideologi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Pemersatu Karena Berasaskan Demokrasi Yang Egaliter dan Tidak Mengenal Tingkat Tutur

        Pendidikan Sastra Masih Terpinggirkan Perlu Diadakan Olimpiade Sastra Nasional

          Sastra masih terpinggirkan di dalam dunia pendidikan yang cenderung mengedepankan ilmu eksakta. Padahal, pendidikan sastra sangat penting untuk pembentukan karakter. Olimpiade sastra dipandang dapat menjadi salah satu upaya mengedepankan sastra. Pengamat sastra dari Universitas Indonesia, Maman S Mahayana, mengatakan, Sabtu (11/10), tersisihkannya sastra, juga bidang ilmu humaniora lainnya, tak lepas dari penekanan kebijakan pembangunan yang bersifat fisik dan adanya kebutuhan konkret terhadap ilmu eksakta. Terutama pada awal pembangunan, tahun 1950-an. Namun, dalam perkembangannya, ilmu eksakta jauh lebih dihargai daripada ilmu humaniora dan sosial. Hal itu dikukuhkan oleh pandangan masyarakat. ”Di sekolah, siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dianggap lebih cerdas daripada Ilmu Pengetahuan Sosial. Padahal, ilmu tidak dapat dipandang demikian karena… Selengkapnya »Pendidikan Sastra Masih Terpinggirkan Perlu Diadakan Olimpiade Sastra Nasional

          Kartu Lebaran Bagi Mereka Yang Kreatif, SMS Lebaran Bagi Mereka Yang Suka Bermain Kata-kata

            Perayaan Idul Fitri di Indonesia beberapa tahun belakangan ini membeberkan perubahan budaya yang unik. Jika beberapa puluh tahun silam sebagian orang masih saling berkirim kartu lebaran, kini halalbihalal banyak dilancarkan lewat SMS alias pesan pendek dari telepon genggam. Adakah yang tereduksi? Memori kartu lebaran masih lekat bagi mereka yang mengenyam Lebaran tahun 1970-an, 1980-an, hingga tahun 1990-an. Selama tiga dekade itu, banyak orang yang mengandalkan kartu lebaran untuk mengucapkan selamat lebaran dan saling meminta maaf. Kartu disiapkan saat puasa, dikirimkan lewat Kantor Pos, dan tiba pada hari-hari Lebaran. Perjalanan panjang kartu lebaran dari pengirim, petugas pos, sampai penerima itu menimbulkan kenangan. Belum lagi wujud kartu lebaran itu sendiri yang bisa… Selengkapnya »Kartu Lebaran Bagi Mereka Yang Kreatif, SMS Lebaran Bagi Mereka Yang Suka Bermain Kata-kata

            Bahasa Daerah Untuk Memperkaya Bahasa Indonesia Sebagai Pemersatu

              Lewat tulisannya di rubrik ini lima minggu lalu, ”Bahasa Pemersatu”, Akhmad Baihagie menyarankan agar dalam menetapkan lema baku serapan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, para pakar bahasa di Pusat Bahasa menggunakan bahasa daerah sebagai sumber mencari padanan. Melakukan hal itu merupakan usaha mengakui, menghargai, serta mempertahankan keberadaan bahasa daerah. Jika itu terjadi, menurut Baihagie, kelak kita akan bangga bahwa sekian persen lema di KBBI serapan dari bahasa Nusantara, seperti Ambon, Bali, Banjar, Batak, Bugis, dan Jawa. Dengan begitu, bahasa Indonesia niscaya kukuh sebagai pemersatu. Saran tersebut patut disambut baik bukan hanya oleh para pakar bahasa yang duduk di Pusat Bahasa, melainkan oleh siapa saja yang mencintai bahasa dan bangsa Indonesia.… Selengkapnya »Bahasa Daerah Untuk Memperkaya Bahasa Indonesia Sebagai Pemersatu

              169 Bahasa Daerah Terancam Punah Karena Kekurangan Penuturnya

                Dari 742 bahasa daerah di Indonesia, hanya 13 bahasa yang penuturnya di atas satu juta orang. Dari 729 bahasa daerah yang penuturnya kurang dari satu juta orang, sekitar 169 di antaranya terancam punah karena berpenutur kurang dari 500 orang. Agar tidak punah, preservasi dan pemberdayaan terhadap berbagai bahasa daerah di seluruh Indonesia perlu dilakukan secara serius, terus-menerus, dan berkesinambungan. Hal itu diungkapkan Multamia RMT Lauder dari Departemen Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, dalam seminar ”Empowering Local Language Through ICT” yang diadakan Departemen Komunikasi dan Informatika, Senin (11/8) di Jakarta. Bahasa yang terancam punah itu tersebar di wilayah Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua. Bahasa Lom (Sumatera), misalnya, hanya… Selengkapnya »169 Bahasa Daerah Terancam Punah Karena Kekurangan Penuturnya