Lompat ke konten

Bahasa Indonesia

Anak Indonesia Lebih Banyak Menghabiskan Waktu Menonton Televisi Daripada Membaca Karya Sastra

    Sinetron remaja yang ditayangkan televisi sudah banyak menyihir anak-anak sekolah. Akibatnya, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di depan layar kaca dibanding membaca buku. “Terlebih sekarang, sinetron banyak mengungkap kehidupan di lingkungan sekolah. Meski ceritanya kurang menarik tetapi anak-anak suka saja menonton,” tutur Kepala Pusat Bahasa Depdiknas, Dendy Sugono di sela seminar Asean Pengajaran Sastra Indonesia/Melayu di Sekolah, Senin kemarin di Jakarta. Salah satu pelajaran yang banyak terkena dampaknya terhadap menjamurnya sinetron remaja ini adalah pelajaran sastra. Menurut Dendy, anak-anak sekarang enggan untuk membaca buku cerita dan karya sastra. Padahal membaca karya sastra ini tak sekadar menambah pengetahuan tetapi juga melatih anak-anak lebih terampil berbahasa dan berkomunikasi baik lisan maupun tertulis.… Selengkapnya »Anak Indonesia Lebih Banyak Menghabiskan Waktu Menonton Televisi Daripada Membaca Karya Sastra

    Mengasah Imajinasi Dan Kemampuan Menulis Anak

      Tiba-tiba, dari langit terpancar cahaya yang sangat mencekam berwarna hitam keunguan. Irezer langsung menghindar, tetapi Ilfard ternyata kalah cepat. Badannya langsung lenyap ditelan pancaran cahaya tersebut, termasuk puluhan ribu pasukan perang yang berhasil dihimpunnya…. Paragraf di atas adalah sepenggal kisah yang termuat dalam novel berjudul Petualangan Arkha. Novel tersebut menceritakan perjuangan sekelompok pembasmi kejahatan melawan para Sevil jahat di negeri Xirania. Kisah bertema superhero itu ditulis oleh Fauzi Maulana Hakim, pelajar kelas I sebuah sekolah menengah pertama di Bandung, Jawa Barat. Penulis cilik yang mengidolakan JK Rowling dan Christopher Paolini ini mengaku tidak memiliki tujuan khusus saat menuliskan karyanya tersebut. ”Aku senang ceritaku sudah jadi buku. Kan, aku jadi dapat… Selengkapnya »Mengasah Imajinasi Dan Kemampuan Menulis Anak

      Profesor Wu dan Obsesinya Akan Bahasa Indonesia

        Upaya untuk belajar bahasa China telah menjamur di Indonesia, seiring dengan perbaikan hubungan kedua negara dan perekonomian China yang maju pesat. Bahasa China diajarkan mulai dari sekolah internasional hingga kursus-kursus yang diselenggarakan di rumah toko atau ruko. Sebaliknya, pengajaran bahasa Indonesia di China sudah dimulai puluhan tahun lalu. Salah satu pelopornya adalah Profesor Wu Wenxia, pengajar Bahasa Indonesia di Universitas Bahasa-bahasa Asing Beijing yang pensiun pada tahun lalu. Wu adalah salah satu siswa angkatan pertama yang belajar bahasa Indonesia pada tahun 1960. Banyak orang bertanya mengapa Wu memilih mempelajari bahasa Indonesia. ”Sebenarnya bukan dari diri sendiri, tetapi perintah partai. Saat itu saya baru lulus sekolah menengah dan ditunjuk memenuhi kebutuhan… Selengkapnya »Profesor Wu dan Obsesinya Akan Bahasa Indonesia

        Bahasa Yang Salah Kaprah – Berpetualang

          Ada satu kata yang kian populer di media cetak beberapa tahun terakhir ini. Sayangnya, kata itu sebetulnya bentuk yang salah kaprah. Yang saya maksud adalah kata berpetualang! Kata berpetualang telah menggeser kedudukan kata yang kaprah, yakni bertualang. Tidak percaya? Menurut penelitian ”Profesor” Google (15 Juli 2023), berpetualang terdapat dalam 248.000 dokumen, sedangkan kata bertualang hanya dalam 60.600 dokumen. Anehnya, berpetualang tidak hanya digunakan orang tak berpendidikan. Orang berpendidikan tinggi pun ikut larut dengan berpetualang. Simak saja kutipan berikut. ”Berpetualang untuk Berpromosi” judul berita Kompas, 2 Desember 2005. ”Di sana, anak-anak bisa diajak berpetualang di alam terbuka sambil belajar bercocok tanam dan kegiatan lain yang sulit dilakukan di daerah perkotaan” pada… Selengkapnya »Bahasa Yang Salah Kaprah – Berpetualang

          Sastra Di Kertas Koran Makin Dihargai

            Telah tiba masanya pengarang atau sastrawan kita bergelimang uang. Sebelumnya, sastrawan hanya sedikit yang kecipratan rezeki lumayan dari karya-karyanya. Namun, pascareformasi, buku-buku sastra beberapa pengarang ternyata laris, cetak ulang belasan kali, dan royaltinya bisa lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesan yang bisa ditangkap, sastra semakin diapresiasi, semakin diminati. Pemerintah belum mengapresiasi sastra seperti mengapresiasi olahraga sehingga mau menyediakan bonus ratusan juta rupiah. Prestasi di bidang sastra yang turut mengharumkan nama bangsa bagai angin lalu. Untunglah, setelah Penghargaan Sastra Khatulistiwa (Khatulistiwa Literary Award), dengan hadiah Rp 100 juta untuk prosa dan puisi terbaik serta Rp 25 juta untuk penulis muda terbaik, kini ada Anugerah Sastra Pena Kencana. Penghargaan yang… Selengkapnya »Sastra Di Kertas Koran Makin Dihargai

            Pengarang Muda Hanya Bisa Bermain Kata

              Sebagian pengarang muda dalam menulis cerita cenderung bermain-main dengan kata untuk menutupi kelemahan tema, atau mencoba menghindari pengulangan tema yang sudah digarap penulis-penulis sebelumnya. Akibat akrobat kata ini, tema yang diusung sering kali tersembunyi atau tidak jelas sehingga sulit ditangkap pembaca. ”Boleh dikata mereka menjauhi tema sebab tema-tema itu sudah digarap penulis sebelumnya. Mereka tidak mau mengulang-ulang tema sehingga mereka kemudian berakrobat dengan kata-kata,” kata sastrawan Hamsad Rangkuti di Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah, Palangkaraya, Senin (14/7). Hamsad hadir di Palangkaraya sebagai narasumber dalam temu sastra yang diprogramkan Masyarakat Sastra Asia Tenggara. Menurut Hamsad, ditinjau dari sisi bahasa, permainan kata-kata itu merupakan kemajuan karena penulis bisa mengeluarkan apa yang dipikirkan… Selengkapnya »Pengarang Muda Hanya Bisa Bermain Kata