Lompat ke konten

Cerpen

Menciptakan Dunia Baru Lewat Cerpen Cerita Pendek

    Kekokohan teks cerpen dapat ditakar dari kemampuannya menciptakan dunia tersendiri yang berbeda dari realitas keseharian. Agus Noor, penulis buku ”Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” ini, berhasil menaklukan bahasa sebagai media kerjanya untuk menyampaikan gagasan. Agus Noor menjadi representasi pengarang yang memercayai bahasa bukan semata alat bercerita, melainkan perangkat untuk membangun dunia baru. Teks cerpen Agus Noor menghadirkan eksplorasi bahasa yang meluapkan keserba-mungkinan makna, sekaligus menyajikan realitas imajinasi yang bisa ”disentuh”. Teks-teks cerpen dalam buku Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia ini saling menghidupi antara realitas keseharian dan dunia imajinasi yang diciptakan melalui pergulatan dan penjelajahan berbahasa. Kedua entitas berbeda ini hadir secara bersamaan dan harmonis menjalin ”dunia kisah tersendiri”… Selengkapnya »Menciptakan Dunia Baru Lewat Cerpen Cerita Pendek

    Cerpen: Mata Sayu Itu Mulai Bercerita

      Mata sayu itu banyak bercerita. Walau kami sekali pun belum pernah bertegur sapa, apalagi berbincang-bincang bak kawan lama. Ia selalu duduk di sana, di meja paling pojok. Sering kali ia menyandarkan kepalanya di dinding kaca, membiarkan rambut panjangnya yang terurai menyentuh dinding itu, seakan mewakili dirinya untuk selalu mengawasi jalan di luar sana. Seperti itu. Selalu seperti itu. Awalnya, kupikir ia seorang karyawati baru di salah satu kantor yang ada di seberang jalan. Ya, tentulah aku menduga serupa itu. Sebab baru kali itu kulihat ia di café ini. Telah berapa lamakah aku menghabiskan hari-hariku di sini? Tiga tahun, empat tahun, atau mungkin telah lima tahun? Aku sendiri hampir lupa, berapa… Selengkapnya »Cerpen: Mata Sayu Itu Mulai Bercerita

      Cerpen: Aku Matahari

        Cerita dirinya yang dramatis itu memikat perhatian Père dan Soeur yang datang ke penjara, ditugaskan pemerintah untuk membina kerohaniannya sebelum menghadapi risiko paling buruk kematian yang sedang direka oleh otoritas Prancis di Paris. Begini cerita Mata Hari kepada Père dan Soeur: Aku Mata Hari. Aku minta dengan hormat kepada kalian, Père dan Soeur, sebagai orang yang memilih selibat di Prancis sini, janganlah segampangnya mencibiri bakat jalang-sundal-lacur. Aku pelacur tulen. Tapi aku penari sejati. Dan aku Belanda berdarah Indonesia. Nama Mata Hari adalah bahasa Indonesia untuk ’sun’ di Inggris, ’sonne’ di Jerman, ’soleil’ di Prancis, atau ’zon’ di Belanda, dan seterusnya. Pernah juga orang menyebutku Lady MacLeod, mengikuti nama suamiku Rudolph… Selengkapnya »Cerpen: Aku Matahari

        Cerpen: Si Raja Kuru

          Lampu minyak bergoyang perlahan, tersapu angin kemarau. Apinya berkebit-kebit, bahkan pada saat tertentu nyaris padam. Malam pekat di luar sana, namun juga sepekat kabut yang menyelimuti perasaan Duryudana. Karna. Nama itu kini seakan menambah persoalan yang dihadapinya. Dulu, hanya Arjuna yang dikhawatirkannya akan merebut Surtikanti, namun setelah dilihatnya Surtikanti agak tak acuh pada Arjuna, Duryudana agak tenteram. Piala anggur di tangan kirinya. Rambutnya kusut. Wajahnya keruh dimainkan cahaya api minyak. ”Suruh Togog kemari.” perintahnya dingin pada penjaga ruangan. Sang penjaga segera undur dan beberapa saat kemudian kembali bersama seorang laki-laki tua, gemuk. Laki-laki itu membawa sebuah kotak, berisi sitar. ”Tuanku?” sapa si laki-laki gemuk dengan suara seperti terkulum oleh bentuk… Selengkapnya »Cerpen: Si Raja Kuru

          Cerpen: Kumpulan Cerita Anak SD

            Kakakku Takut Tikus Kakakku orangnya jijikan, semua harus serba bersih dan tidak mau mendengar kata-kata kotor dan jorok. Suatu hari Ibu menemukan seekor bangkai tikus di dekat kamar mandi. Ibu tidak berani membuangnya, apalagi aku. Jadi, kami menunggu Ayah pulang kantor. Saat itu, Kakak juga belum pulang. Pada saat Kakak pulang sekolah, dia cepat-cepat masuk ke kamar untuk meletakkan tas dan berganti pakaian. Seperti biasa, ia baru kemudian ke kamar mandi untuk bersih-bersih badan. Karena tergesa-gesa, ia tidak melihat bangkai tikus, bahkan hampir menginjaknya. Saking kagetnya, dia berteriak sambil berlari, ”Waaaaa….!” Aku dan Ibu kaget, tetapi kemudian tertawa geli mendengar teriakan Kakak. Tristano Rinison Pramataoka, Kelas VI Abu Bakar, SD… Selengkapnya »Cerpen: Kumpulan Cerita Anak SD

            Cerpen: Kisah Para Semut Yang Rajin dan Rendah Hati

              Pada akhir musim kemarau, iring-iringan semut merah merambat naik ke pohon mangga. Mereka bernyanyi riang dengan suara keras, menandakan semangat dan hati gembira. Iring-iringan itu membentuk garis panjang dan mereka berpisah dalam kelompok-kelompok menuju kumpulan daun lebat yang menggantung di ranting-ranting pohon. Rupanya hari ini adalah saatnya bagi semut merah untuk membuat sarang. Sebentar lagi musim hujan, mereka tidak ingin kedinginan dan kehujanan. Jadi, dalam beberapa hari, mereka akan sibuk membuat tempat berlindung dan mengumpulkan makanan untuk persediaan selama hujan turun. SETIBA DI ATAS pohon, mereka meniti kumpulan daun mangga dan menetapkan daun yang tebal, lebar, dan saling berdekatanlah yang paling cocok untuk dibuat sarang. Ini adalah saat yang paling… Selengkapnya »Cerpen: Kisah Para Semut Yang Rajin dan Rendah Hati

              Cerpen: Solilokui Bunga Kemboja

                Diriku sekuntum bunga Kemboja. Kelopak-kelopakku merah kesumba sewarna gincu wanita yang kerap memandikanku sekali seminggu. Wujud rupaku menyerupai genta. Walaupun kami lebih identik sebagai bunga kuburan, tetapi oleh wanita yang memeliharaku, aku tumbuh di dalam sebuah pot cantik di teras depan rumahnya. Dari tempatku berada, aku biasa menatap bentangan langit malam yang berhamburan bebintangan. Benda-benda angkasa yang terang benderang itu selalu mengingatkanku pada seseorang. Seseorang yang benarlah nyata, tetapi lebih tampak seperti fatamorgana. Aku selalu memandanginya tatkala ia sedang memandikan mobil kesayangannya dari dalam garasi. Lelaki itu adalah anak sulung wanita yang warna gincunya sewarna diriku. Sempat kedengkian menghinggapiku melihat betapa kedekatan kedua manusia berbeda kodrat itu, sampai kudengar si… Selengkapnya »Cerpen: Solilokui Bunga Kemboja

                Cerpen: Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara

                  Dewa Made Dinaya sudah menduga di mana ia akan berakhir. Di tempat ini dengan posisi seperti ini. Inilah alasan mengapa Dinaya dulu selalu menolak untuk meneruskan sekolahnya. Betapapun ia menyukai ilmu yang serasa melambungkannya ke cakrawala dunia, ia tahu semua itu akan sia-sia belaka. Ketika kedua orangtuanya memintanya untuk meneruskan kuliahnya, Dinaya menolak mentah-mentah anjuran itu. Dinaya merasa tidak penting baginya untuk melanjutkan kuliah. Perkuliahan akan membuka pikirannya dan membuatnya mengembara ke tempat-tempat yang jauh. Buat apa? Toh pada akhirnya ia akan kembali ke tempat di mana ia berasal. Di sini, dengan posisi seperti ini. Dinaya menyeka peluh yang membasahi pipinya. Tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Kedua kakinya pegal luar… Selengkapnya »Cerpen: Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara

                  Tubuh dan Dunia yang Salah Kedaden

                    Adalah hal yang sudah lazim jika orang mengatakan bahwa menyaksikan seni saat ini adalah menyaksikan kisah perihal individu yang bersusah payah merebut dirinya sendiri. Yakni individu yang telah jadi korban dari kekuatan besar yang nyaris tak teridentifikasi, tetapi implikasinya dapat dirasakan secara nyata. Individu yang menjadi medan sengketa dari berbagai kekuatan impersonal yang seolah berpusar di ceruk-ceruk gelap dan nyaris tak ada titik balik. Daya-daya impersonal itu pun hadir di hadapan individu sebagai serpihan atau fragmen-fragmen yang bertumpuk atau berserakan ke sana kemari sehingga nyaris tak teridentifikasi sehingga kian mustahil menyusun subyek dalam bentuk yang utuh dan final pula. Plus sisa ilusi kuno: modernitas yang semula diyakini sebagai proyek penemuan… Selengkapnya »Tubuh dan Dunia yang Salah Kedaden

                    Cerpen: Kisah Sedih Cici Sang Kelinci

                      Mama, mengapa Mama lupa menjemputku? Cici jadi harus pulang sendiri,” kata Cici sambil melempar tas ke atas sofa. Ia membuka sepatu, lalu melemparkan ke teras. Kaus kakinya pun diletakkan sembarangan. Cici kesal. Mama tadi pagi berjanji akan menjemput Cici di sekolah. Biasanya, Mama akan datang bersama Boni, adiknya yang masih bayi. Lalu mereka akan berjalan pulang ke rumah bersama-sama. Bagi Cici, itu adalah saat yang paling disukainya karena bisa bercerita panjang lebar tentang kegiatannya di sekolah. TETAPI HARI ini, Mama ingkar janji. ”Mama minta maaf, sayang. Mama tidak lupa, tetapi tiba-tiba adikmu demam dan Mama tidak berani membawanya keluar. Mama sudah menelepon Bu Tari dan menitip pesan supaya kamu pulang… Selengkapnya »Cerpen: Kisah Sedih Cici Sang Kelinci