Tak benar jika wanita disebut makhluk lemah. Dalam kondisi putus asa dan teraniaya, wanita bisa lebih garang dibandingkan dengan kaum pria.
Contohnya Lilis Suryani (41), warga Desa Teluk Kemang, Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Suaminya, Asarudin (46), mati oleh pisau yang dihunjamkan Lilis, Selasa (27/7).
Kekerasan bertubi-tubi yang dialami Lilis membuat perempuan paruh baya itu menempuh jalan pintas untuk keluar dari penderitaannya. Jalan satu-satunya untuk lepas dari suami yang ringan tangan adalah menghabisi nyawa lelaki tersebut.
Kesabaran Lilis habis ketika suaminya yang bekerja sebagai pencari ikan itu marah-marah dan memukulnya pada Selasa dini hari. Saat itu pula Lilis mengambil sebilah pisau dan menusukkannya ke tubuh suaminya. Asarudin tewas di tangan istrinya.
Saat ini Lilis terpaksa mendekam di tahanan untuk menjalani proses hukum. Lilis dapat dijerat dengan pasal pembunuhan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Menurut Direktur Women’s Crisis Center (WCC) Palembang Yeni Roslaini Izi, Jumat (30/7), kasus Lilis menunjukkan bahwa daya tahan perempuan dalam menghadapi kekerasan dalam rumah tangga berbeda-beda.
”Ada saatnya korban tidak tahan mengalami kekerasan bertahun-tahun, lalu membunuh pelakunya. Dia melakukan itu karena tidak tahu jalan keluarnya,” kata Yeni.
Menurut Yeni, keinginan untuk membunuh suami semakin memuncak apabila pria itu semakin sering memukul. Apalagi jika kekerasan yang dilakukan tidak hanya menggunakan tangan, tapi juga benda-benda keras.
Yeni mengungkapkan, pembunuhan yang dilakukan oleh Lilis tetap merupakan perbuatan kriminal. Namun, dalam sidang di pengadilan Yeni mengharapkan majelis hakim memberikan hukuman ringan karena melihat latar belakang pembunuhan itu.
”Sejak tahun 2000 sampai 2024 ada empat kasus istri membunuh suami di Sumsel, tapi semuanya dihukum ringan karena istri sebenarnya korban kekerasan suaminya,” katanya.
Yayasan Puspa Indonesia selama Januari-Juni 2024 mencatat bahwa ibu rumah tangga di Sumsel adalah korban kekerasan terhadap perempuan yang terbanyak, yaitu 28 orang.
Direktur Yayasan Puspa Indonesia Rina Bakrie mengutarakan, pelaku kekerasan terhadap perempuan yang terbanyak adalah suami, yaitu 15 kasus. Adapun dampak yang dialami perempuan korban kekerasan yang terbanyak adalah luka memar dan trauma.