Lompat ke konten

Puisi dan Sajak

Kumpulan Puisi Karya Indrian Koto dan Avianti Armand

    Avianti Armand 9000 Km Suara pintu terbuka. Seorang perempuan. Di sini sebuah jeruk terbelah dua – separuh untuknya, separuh untukku. Lalu seorang lelaki berkata, “Aku telah menempuh 9000 km untuk memberikan ini padamu.” Jeruk itu menengadah, seolah lupa. Perempuan itu mengelupas jarak dan membuangnya ke lantai. Di lantai, merah jadi latar dan sepasang sepatu. “Apakah dia baik-baik saja?” Tak ada jawab. Tanganku meraih ruang di sela paha. Tangannya menggenggam jeri yang segera meleleh. Selalu ada satu titik di awal. Sebelum sela pada senar cello dan nafas tergesek. Satu satu. Sebelum potongan adegan terakhir – kaki-kaki yang berselingkuh dan bibir yang bertumpang tindih. Sebelum 9000 km. Di lantai itu butiran jeruk… Selengkapnya »Kumpulan Puisi Karya Indrian Koto dan Avianti Armand

    Bahasa Indonesia Sajak dan Puisi

      Bahasa Indonesia memiliki hanya sedikit perbendaharaan untuk menyebut kata-kata yang terangkai menjadi larik-larik dan bait berirama yang penuh citraan atau kiasan: ”sajak” dan ”puisi”—ada kalanya ”syair” juga dipakai, dan dulu (atau kini sesekali) kata ”sanjak” pun beredar. Tetapi itu rupanya tak hanya terjadi dalam bahasa kita. Bahasa Inggris, misalnya, dengan latar tradisi sastra yang begitu panjang dan luas, pun hanya punya nomina poem, poetry, dan verse, untuk menyebut hal yang lebih-kurang sama. (Adapun sajak atau sanjak atau syair atau puisi itu tentulah sangat banyak ragam atau bentuknya: gurindam, haiku, pantun, sajak bebas, sestina, soneta, talibun, villanelle, dan seterusnya. Jika dikumpulkan dari pelbagai khazanah sastra di segenap penjuru dunia, mungkin ada… Selengkapnya »Bahasa Indonesia Sajak dan Puisi

      Kumpulan Puisi Ook Nugroho

        Dalam setiap sajak Dalam setiap sajak Selalu ada bayangan Seorang lelaki yang gemar berlagak Dan mengaku saya Seteru pun sekutuku berseru Sungguh betapa ia mirip Lihat gayanya berjalan Yang limbung di antara awan-gemawan Wajahnya memang samar Sebab derai hujan dan kelebat topan Kerap menaungi arah pandangnya Yang ditumbuhi ilalang petang Ia juga gemar Memainkan waktu di tangannya Mengubah warna-warni musim Menukarnya dengan raut malam yang pejam Aku tak pernah tahu Sesungguhnya ia siapa Setiap kali kutanya ia tertawa Seraya lindap nyelinap ke dalam kata 2024 *** Tengah Kumasuki Malam Tengah kumasuki malam Dari mana sajakmu bermula Tanganku meraba judul Ingin memindai parasmu Di sana kujumpai bulan Pelan berlayar dari kata… Selengkapnya »Kumpulan Puisi Ook Nugroho

        Puisi : Kampung dalam Akuarium

          Zelfeni Wimra ke pemancingan mana lagi kautumpahkan rindu melumutkan kecemasan pada lendir umpan dan mata kail yang lapar agar ikan-ikan mau kaubujuk bercerai dengan lubuk dan pulang ke kampung penggorengan pelengkap hidangan di meja makan kau tahu, sejauh-jauh pergi menyisir bibir sungai, hanya untuk mencari air keruh, ikan-ikan pilihan tak akan memakan umpan dalam kejernihan kau tinggalkan hulu yang hening-bening muasal segala arus terus menghanyutkan anak-anak pantau dengan sejarah hambar entah arah mana akan dituju sebut saja, kampung berair jernih berikan jinak; berair keruh berikan liar; berair tawar berikan banyak alamat kepulangan yang pahit aku beritahu, andaikata usahamu sia-sia, pulanglah. aku dan ikan-ikan yang kauburu setelah penggusuran itu kini tinggal… Selengkapnya »Puisi : Kampung dalam Akuarium

          Kumpulan Puisi Iyut Fitra dan Mugya Santosa

            Anak Panah Hujan Mugya S Santosa tanah telah lama mengandungmu dan kini hujan membangunkannya. hijau tubuh pulau-pulau menyusut dalam kepungan seluruh angin yang menyentuhkan jemari basahnya. memanggilkan ruh batu-batu segenap duri yang dikandung tumbuhan, mencuri luka mencecap nyeri dari kita. hunian langit sekokoh mawar menatap ngilu kabut seperti daun pandan yang menabur wanginya saat meneteskan embun. riuh sungai-sungai menggetarkan ngarai. abu menegur dingin di tungku perapian, memastikan tanggal dan hari yang tepat untuk mencium mautnya. dari lanskap hujan gedung-gedung berteriak jalan raya menggigil melajulah musim menjadi putaran planet bagi semesta kecil di ubun-ubun perih. bergetarlah tubuhmu sampai kutemukan apa yang dicari kayu-kayu, ladang dan hutan jati menjadilah, sejadi darah yang… Selengkapnya »Kumpulan Puisi Iyut Fitra dan Mugya Santosa

            Kumpulan Puisi Akhir Pekan

              Rumah, Gajah, dan Tanda Rumah-rumah batu. Berkapur putih, hijau, dan merah. Tersusun seperti undak-undakan. Undak-undakan ke puncak. Tempat tanah yang terpilih dikepalkan. Lalu ditiup pelan. Bergerak menjadi gajah yang keemasan. ”Jangan menangis, lihatlah gajah ini, bagaimana ia melenggang.” Dan teringatlah semua yang melihat itu pada kapal-kapal. Yang dulu berlabuh di dermaga. Bersama awan, sutra, kitab, dan sebutir delima yang berbiji permata. Juga pada si putri yang ditolak. Yang tiba-tiba lenyap sebelum mencelupkan kakinya ke pantai lagi. ”Tapi, bagaimana mesti merawat gajah? Di sini tak ada rumput?” Dan rumah-rumah batu terkesiap. Genting-gentingnya bergoyangan. Sedang di puncak, ya, di puncak, si pengepal sekaligus si peniup gajah itu asyik berebana. Matanya terpejam. Telinganya… Selengkapnya »Kumpulan Puisi Akhir Pekan

              Kumpulan Puisi Zaim Rofiqi

                Telepon Entah berapa lama aku tidur. Aku bermimpi tidur panjang, sangat panjang, lalu sebuah telepon berdering menggetarkan seisi ruangan dan aku tersentak terbangun. Kuangkat gagang telepon itu, “Halo, halo?” Tak ada jawaban. Hanya suaraku yang terdengar gagap, gemanya terus-menerus memantul di seluruh ruangan hingga membuatku tak bisa kembali tidur. Aku masih terjaga mendengar gema suaraku sendiri ketika menjelang subuh aku terbangun karena dering telepon yang mengabarkan kematian kembaranku. Di luar, jarum-jarum gerimis mulai menusuki kaca jendela kamarku. 2009 —András Gerevich Aku terbang di dalam mimpiku. Aku bermimpi tidur panjang, begitu panjang, lalu seleret halilintar berpijar diikuti sebuah dentuman besar menggelegar dan aku tersentak terbangun, lalu terbang. Mulanya aku hanya berputar-putar… Selengkapnya »Kumpulan Puisi Zaim Rofiqi

                Antara Seni Sastra dan Agama

                  Ilham Khoiri Alif, alif, alif!/ Alifmu pedang di tanganku/Susuk di dagingku, kompas di hatiku/ Alifmu tegak jadi cagak, meliut jadi belut/ Hilang jadi angan, tinggal bekas menetaskan/Terang/Hingga aku/ Berkesiur/ Pada/ Angin kecil/ Takdir-Mu Fragmen puisi berjudul ”Dzikir” itu didaras dengan penuh penghayatan oleh penulisnya sendiri, D Zawawi Imron. Meski sudah berusia 65 tahun, suara penyair asal Madura itu tetap memendarkan energi. Saat ia melafalkan kata-kata puisi itu secara susul-menyusul terdengar mirip sebuah mantra atau zikir yang berulang-ulang. Suaranya yang keras dan agak serak memenuhi ruang teater. Sebagian penonton mungkin sudah akrab dengan puisi yang terkenal pada tahun 1980-an itu. Namun, tetap pendarasan itu menggedor kita untuk merenung soal kefanaan nasib… Selengkapnya »Antara Seni Sastra dan Agama

                  Puisi Avianti Armand

                    Kejadian 38:6 Tamar Sesudah itu Yehuda mengambil bagi Er, anak sulungnya, seorang istri, yang bernama Tamar. Di tempat ia berdiri, tanah menjauh dari telapaknya yang telanjang. Bayangan melata dari pasir sebelum menjelma selubung yang berkabung – memanjat, melibat. Angin berdebar. Padang kehilangan diam dan tepi. Dari utara berhembus kata-kata: ”Re adalah iblis. Tapi mereka memanggilnya Er – agar kamu mengenalnya dan tertipu.” Re. Er. Re. Er. Re. Er. Seperti gumam air di kerongkongan batu. Seperti simpul-simpul sungai yang berwarna perak dan perak yang menghitam di bawah mata. Ia mendongak dan melihat: Tak ada langit. Di atasnya, laut bergulung-gulung menelan bintang dan gugus awan. Matahari jatuh ke ujung palung. Tapi jari… Selengkapnya »Puisi Avianti Armand

                    Puisi Tidak Lagi Jadi Beban Di Bentara Budaya Bali

                      Setidaknya sejak kemunculan duet Ari Malibu dan Reda Gaudiamo, pelisanan terhadap puisi tidak lagi menjadi beban. Puisi diperlakukan sebagai ”makhluk” sehari-hari yang hidup dan terus membuka dirinya terhadap tafsir baru. Penyebaran cara menikmati puisi dengan menggubahnya ke dalam bentuk musik ini kemudian dilakukan lewat pita kaset. Ari dan Reda terlibat dalam album ”Hujan Bulan Juni” tahun 1989 yang digagas oleh penyair Sapardi Djoko Damono. Tonggak ini yang ingin dijadikan momentum oleh Bentara Budaya Bali (BBB) untuk membuka berbagai kemungkinan di dalam mengapresiasi puisi. Lembaga ini kemudian menggelar Pentas Puisi Bentara, 30-31 Juli 2024, dengan mengundang duet Ari dan Reda. Diundang pula kelompok Jogja Hiphop Foundation serta Band Bali, yang memiliki… Selengkapnya »Puisi Tidak Lagi Jadi Beban Di Bentara Budaya Bali