Lompat ke konten

Puisi dan Sajak

Rangkaian Kata Kata Berirama Adalah Puisi

    Puisi adalah rangkaian kata-kata yang berirama. Dan satuan irama dalam bahasa adalah metrum. Dengan demikian, terasa aneh tapi nyata: sepanjang sejarahnya sejak awal abad ke-20, puisi Indonesia seperti kurang berurusan—baik bekerja maupun bermain—dengan metrum. Ini tampaknya berhubungan dengan watak bahasa Indonesia yang tidak memiliki suku kata bertekanan maupun tak bertekanan—unsur dasar pembentukan ritme/irama dalam bahasa. Contoh: dalam bahasa Inggris, kata listen diucapkan dengan tekanan pada suku kata pertama, sedangkan suku kata kedua tanpa tekanan; sementara kata deserve sebaliknya. Adapun kata dengar maupun berhak (selaku padanannya) dalam bahasa kita tak memiliki perincian demikian. Kita boleh memberi tekanan di depan, atau di belakang, atau memberi tekanan pada keduanya, atau tidak sama sekali.… Selengkapnya »Rangkaian Kata Kata Berirama Adalah Puisi

    Puisi Marhalim Zaini

      mitos satu: indrapura, melayu champa yang tumbang, saat ia menyerang dari arah laut adalah betismu, puteri dai viet yang tengah rekah meminum embun dari langit champa adalah bibirmu, mengucap-ucap daulat rajaku, daulat tuhanku bahwa pedang pipih (yang kelak menancap) pada rahim pantaimu pada ruas arus di dadamu darahnya akan jadi sejarah yang terus berlayar mengaji sungai merah mengurai marwah maka sebagai penunggu laut aku kenali dikau lewat isyarat warna langit seperti warna punggungmu yang keperakan berkejaran bagai kaki hujan di permukaan gelombang tapi di kedalaman sempadan pada rahang panjang ikan-ikan berkulit licin kutemukan sebutir pasir berwarna lumut seperti warna matamu yang kerap sembab di lembab batu didekap rindu tapi bukankah… Selengkapnya »Puisi Marhalim Zaini

      Kumpulan Puisi Anak Pendidikan

        Nilai UTS-ku Nilai UTS-ku merah menyala Kata adikku seperti lagu balonku ada lima Ayah dan Ibu marah Ini karena kebanyakan main PS saja Ini karena kebanyakan nonton teve saja Akhirnya Aku tak boleh nonton teve acara bola Aku tak boleh main PS untuk sementara Aku sadar aku kurang baca Kata Ayah, banyaklah membaca Karena membaca itu jendela dunia Kata Ibu, kamu harus jadi orang berguna Kata Bu Guru aku pasti bisa Semoga yang kulakukan tidak sia-sia Alkautsar Rizki Arifinsa Kelas V SD Simomulyo, Surabaya *** Cita-citaku Merajut mimpi Saat melihat orang terluka Merintih kesakitan wajah memelas Bayangan itu selalu hadir Kutekadkan diri menjadi dokter Sekarang belajar giat mencari ilmu Juga… Selengkapnya »Kumpulan Puisi Anak Pendidikan

        Puisi Dea Prastika Anak Kelas 5 SD

          Suara Emas Aku menangis Bahagia serta terharu Mendengar namaku disebut Alhamdulillah… puji syukurku Aku menjadi juara satu Ajang lomba nyanyi pencari bakat Sekali lagi terima kasih ya Allah Semua ini berkat karunia besarMu Kau berikan aku suara emas hingga Aku bisa melantunkan Bait-bait lagu secara indah Sampai kini Aku janji akan menggunakan Bakat suara emasku sebaik-baiknya Demi kebanggaan keluarga, Sekolah, dan bangsa Dea Prastika, Kelas V SD Burikan I, Kudus

          Kumpulan Puisi Inggit Putria Marga

            memasuki pintu, menaiki tangga, tiba di ruangan tertinggi sebuah gedung: ruangan berdinding coklat pala, beberapa lukisan hewan tergantung di dinding-dindingnya, sebuah cermin bundar roda, sepasang jendela kaca berukuran dua kali tinggi orang dewasa menghamparkan panorama: suatu bukit berwarna api seperti akan padam oleh laut yang berhempasan di kakinya. kapal berlayar, kapal bersandar, kapal terbakar: asapnya berpencar di udara, mengapung, membentuk gerombolan burung, menjalar bagai jalan sunyi tak berujung: jalan yang meletakkan ingatanku lagi pada jalan yang kulalui saat menuju gedung ini. berpagar pohon-pohon bungur yang bunganya gugur, aku seolah melangkah di permadani warna anggur. di kananku, kau berjalan dan berkata kau tak lagi ingin memelihara hewan. di kirimu, aku berjalan… Selengkapnya »Kumpulan Puisi Inggit Putria Marga

            Puisi Yang Bergerak Keluar Dari Waktu

              Sebuah cerita niscaya berlangsung dalam suatu kerangka waktu. Adapun sebuah puisi bisa bergerak di dalam atau di luar waktu ataupun di batas antara keduanya. Ada kalanya sebuah puisi menyatakan (dan menyuratkan tanda) waktu yang cukup jelas: pagi buta, siang bolong, malam larut, dan sebagainya, kadang berikut angka jam dan menitnya. Atau kadang kala yang tertulis di sana adalah rentang waktu: semalaman, sepagian, seharian, bahkan selamanya, dan seterusnya. Tak jarang pula tergambar rentetan peristiwa, rangkaian adegan, yang menyaran adanya waktu. Tetapi, bagaimana dengan puisi yang tak memerikan, baik rangkaian peristiwa maupun tanda waktu? Bagaimana dengan puisi semisal ini: bayangan sosok putih/yang tak patah di tembok/ susah didekati/kecuali dengan diam//pada puncak kelembutan… Selengkapnya »Puisi Yang Bergerak Keluar Dari Waktu

              Kumpulan Puisi Bulan November

                Badruddin Emce : Dewi Nawang Wulan Seluruh yang engkau tulis, tengadah. Seluruh yang tengadah, rekah. Seluruh yang rekah, menggugah. Perkenankan kami menjadi lebah! Bagaimana terbang lepas seperti makhluk paling bebas. Berputar-putar seperti kerumunan gila belajar. Lalu meluncur seperti hanya akan ambil manis sarinya menolak sepah kosongnya. Sebelum sentuh membangkitkan, tak perlu kiranya dituliskan. Menyusuri jalan yang ditentukan angin kami akan datang melupakan rimbun pohon-pohon jauh tinggi! Sepanjang engkau bebas dari napsu, dengan seluruh urat daya, pertahankan itu tengadah rekah. Sentuhan demi sentuhan! Nanti, yang berlagak tak kehilangan miliknya direbut, setelah kembali dalam sarang bakal menemukan tubuhnya masih utuh kering. Begitulah, setelah engkau pergi, desa yang dulu memuja-muja kembang impianmu Menjaga… Selengkapnya »Kumpulan Puisi Bulan November

                Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany

                  Shang Hyang Wenang tuhan akhirnya aku menemukanmu. tubuh yang menjulang menuju puncak menara. ribuan lampu memudarkan warna senja. kutemukan engkau dalam tubuh semerbak cengkeh dan ladang tembakau. menyusuri jalanjalan penuh simpang, menembus kerumunan dan reriuh tanya. sudah sejauh ini kuikuti sembarang langkahmu, di depan masih fatamorgana. di bebukit dan gurun tak berbatas, sudah kubuang kitab dan mazmur dan kidung. sembarang peta di tubuhmu sudah kukenal di luar kepala. aku cuma pejalan yang tak berbekal, tapi pencari jejak yang pintar. jika haus maka jejak kususuri hingga mengarungi hutan cengkeh dan tembakau. kutemukan pancuran dari sungai ngungun. cukup kucecap embun dari setiap daun. aroma rahasia membumbung dalam hasrat: menjangkau kalbumu. tuhan akhirnya… Selengkapnya »Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany

                  Kumpulan Puisi Bulan Oktober 2024

                    Dedy Tri Riyadi Yesaya Meratapi Kebun Anggur Kebun Anggurku, Kekasihku, Buah-buah Harapan yang Manis dan Sempurna, akan kutinggalkan Kau merana dan gersang, diliput semak duri, rumput, dan puteri malu.   Kebun Anggurku, Kekasihku, Buah-buah Masam yang kucampakkan ke luar pagar, telah kunantikan Kau dalam geram dan kecemasan, di menara jaga, di atas tembok, di lereng bukit subur.   Lihatlah, pagar duri telah runtuh, awan hujan pun jauh, dan pokok-pokok itu tak lagi beranting, tak juga bersiang setiap carang.   Berteman angin kering, aku setia menggemarimu, mengitarimu, Kebun Anggurku.   Yeremia Meratapi Dua Kota   Puteriku, Anak-anak Luka yang tak kunjung sembuh, yang kepadaMu airmataku tercurah siang dan malam, janganlah kecewa!… Selengkapnya »Kumpulan Puisi Bulan Oktober 2024

                    Pertemuan Dua Raja Penyair Indonesia

                      Salyaputra Pertemuan Sutardji Calzoum Bachri dan Umbu Landu Paranggi boleh jadi hal yang lumrah saja. Namun, mengingat peran dan mitos mereka selama ini sebagai tokoh perpuisian Indonesia, tak pelak perjumpaan dua sahabat lama ini mengandung sekian kemungkinan arti dan juga tafsir tersendiri: sebuah kilas balik sekaligus refleksi akan kehidupan susastra Indonesia di masa depan. Dalam tahapan sejarah sastra Indonesia, keduanya terbilang angkatan 1970-an, yang tumbuh senyampang kemelut dan tragedi sosial politik tahun 1965. Apabila Chairil Anwar dan rekan-rekan seniman segenerasinya, melalui ”Surat Gelanggang”, memaklumatkan sebagai ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia serta menegaskan diri sebagai ”binatang jalang” yang meradang dan menerjang (individualis), Sutardji-Umbu bersama sejawatnya malahan menggaungkan kehendak untuk… Selengkapnya »Pertemuan Dua Raja Penyair Indonesia