Lompat ke konten

Puisi dan Sajak

Mampukah Sastra Memperhalus Budi Pekerti Manusia Indonesia

    “Siul Gelombang”, karya pujangga India, Rabindranath Tagore (1861-1941) dikenal sebagai simbol kepahlawanan, pengabdian dan pengorbanan, serta mewakili suara kaum penentang terorisme. Karya tersebut lahir pada 1934, suatu era revolusioner menjelang kemerdekaan Bangladesh yang membuat negeri India banyak diguncang teror. Melalui tokoh Ela dalam novel tersebut, pembaca bisa digelitik untuk merenungkan kehidupan masing-masing, memaknai cinta, ideologi, dan hubungan antar manusia. Tagore yang banyak melahirkan karya besar diakui sebagai sastrawan dunia, ia menjadi sosok yang banyak menyuarakan kebudayaan agung India dan artis serba bisa. Melalui karyanya dalam bentuk cerpen, puisi, naskah drama bahkan juga musik, ia pun ?dinobatkan? sebagai salah seorang bapak bangsa dan dianugerahi penghargaan Nobel bidang sastra pada tahun 1913.… Selengkapnya »Mampukah Sastra Memperhalus Budi Pekerti Manusia Indonesia

    Sulitnya Mempromosikan Penulis Indonesia

      Dewa Syiwa dan Dewi Uma resah. Situasi jagat sedang diwarnai kekalutan, konflik, dan ketidakseimbangan. Dari Nirwana, akhirnya mereka mengutus tiga dewa, yakni Brahma, Wisnu, dan Iswara, untuk mengatasinya. Ketiganya lalu menjelma menjadi tiga tokoh yang populer dalam kesenian Bali, yakni Telek (wanita berparas cantik dengan pakaian serba putih), Barong, dan Topeng Merah. Bahu-membahu mereka mengatasi para perusuh yang dilambangkan oleh Rangda. Melalui berbagai pertempuran, akhirnya mereka berhasil mewujudkan Tri Hita Karana. Ini adalah keseimbangan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam, serta dengan sesama. Fragmentari karya Made Wija itu menandai pembukaan Ubud Writers & Reader Festival (UWRF), Rabu malam lalu, di Puri Saren, Ubud. Ratusan penulis dari 30 negara, termasuk… Selengkapnya »Sulitnya Mempromosikan Penulis Indonesia

      Pendidikan Sastra Masih Terpinggirkan Perlu Diadakan Olimpiade Sastra Nasional

        Sastra masih terpinggirkan di dalam dunia pendidikan yang cenderung mengedepankan ilmu eksakta. Padahal, pendidikan sastra sangat penting untuk pembentukan karakter. Olimpiade sastra dipandang dapat menjadi salah satu upaya mengedepankan sastra. Pengamat sastra dari Universitas Indonesia, Maman S Mahayana, mengatakan, Sabtu (11/10), tersisihkannya sastra, juga bidang ilmu humaniora lainnya, tak lepas dari penekanan kebijakan pembangunan yang bersifat fisik dan adanya kebutuhan konkret terhadap ilmu eksakta. Terutama pada awal pembangunan, tahun 1950-an. Namun, dalam perkembangannya, ilmu eksakta jauh lebih dihargai daripada ilmu humaniora dan sosial. Hal itu dikukuhkan oleh pandangan masyarakat. ”Di sekolah, siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dianggap lebih cerdas daripada Ilmu Pengetahuan Sosial. Padahal, ilmu tidak dapat dipandang demikian karena… Selengkapnya »Pendidikan Sastra Masih Terpinggirkan Perlu Diadakan Olimpiade Sastra Nasional

        Kumpulan Sajak Puisi Wayan Sunarta

          Wayan Sunarta Lelaki Berkalung Tulang Duyung lelaki berkalung tulang duyung itu datang padamu membawa serpih-serpih mimpinya malam berjubah biru menyeret lelah langkahnya tiba di ambang pintumu kau menerimanya sebagai kekasih entah yang keberapa lelaki berkalung tulang duyung mencium keningmu merenungi harum rambutmu terbata kau berkata: aku lahir sebagai titisan peri sungai musi di kota kembang aku meradang tak satu pun lelaki mau mengakuiku mereka hanya ingin menggauliku menyerap panas tubuh dan mencecap asin keringatku lelaki berkalung tulang duyung tercenung di ranjang tubuhku hanya dermaga bagi lelaki yang letih setelah pelayaran jauh mereka hanya ingin singgah sejenak melepas lelah mungkin kau salah satunya lelaki berkalung tulang duyung menerawang ke jejaring matamu… Selengkapnya »Kumpulan Sajak Puisi Wayan Sunarta

          Sajak Marhalim Zaini

            Akulah Penyamun Sirih Besar : episode engku puteri 1. (jampi sirih merah serapah ia sepah ke tanah ulayah ini marwah ini kopiah ayo berjogetlah!) syahdan kau tergayut di dahan hutan aku menikam bulan dalam badan ini malam kita bersemandian anak bujang anak perawan tak takut disebat rotan andai dalam rimba pecah tempurung sekampung santannya untuk siapa dikau mengeram saja daku pejamkan mata orangtua merah muka mengajilah, nak, mengajilah! alif-ya-wau mengeja rajah langit di punggung sangit orang-orang pulau bagai setampun pasir mengalir ke hilir ke ujung dayung riwayat sebulir air pahamkah ia lidah kita buta kata kaku kayu disekat suku terkutukkah kita jikalau maung melayu di sarungku di kerudungmu tak terbaca… Selengkapnya »Sajak Marhalim Zaini

            Sajak-sajak Karya F Aziz Manna

              F Aziz Manna Sisa Pembakaran kami tersingkir bukan oleh orang asing tapi juga bukan oleh sebuah pengkhianatan dan kami tidak mati, kami masih merasai udara yang setengah bersih berguliran di kerongkongan, masih membekas keinginan telanjang di tepi laut panjang, melompat dan berkejaran, tubuh kami dihancurkan, pikiran kami dipadamkan, jiwa kami melayang seperti lampion dilarikan topan tapi tak ada dendam, kesakitan hanya rasa sambal yang cepat hilang digelontor minuman, minuman yang kadang memabukkan namun selalu menutupi ingatan, ingatan yang seperti peti terkunci yang tenggelam di dasar laut mati (2023) F Aziz Manna Kami Tak Suka Mulutmu kami tak suka warna laut yang keluar dari mulutmu, mulut yang menyimpan bau ikan busuk,… Selengkapnya »Sajak-sajak Karya F Aziz Manna

              Penyair Berperan Dalam Membentuk Budaya Bangsa

                Keberadaan penyair, seniman, dan sastrawan di Kabupaten Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, dirasakan pemerintah setempat memberikan andil besar dalam pembangunan di bidang kebudayaan. Karena itu, berbagai kegiatan kesastraan selalu mendapat dukungan. ”Para penyair, seniman, dan sastrawan telah memberi arti bagi kemajuan pembangunan. Apalagi, Kota Tanjungpinang telah mencanangkan sebagai Negeri Pantun. Sebagai kota yang kental dengan kebudayaan Melayu,” kata Wali Kota Tanjungpinang Hajjah Suryatati A Manan, Kamis (28/8) di Tanjungpinang. Pemerintah Kota Tanjungpinang kerap menggelar kegiatan sastra-budaya. Terakhir adalah kegiatan Tarung Penyair Panggung, Rabu (27/8) malam, di Gedung Kesenian Aisyah Sulaiman, Tanjungpinang. Sepuluh penyair terkemuka yang berdomisili di Kota Tanjungpinang, seperti Machzumi Dawood, Tusiran Suseno, Hoesnizar Hood, Lawen Newal, Teja Alhabd, Bhinneka… Selengkapnya »Penyair Berperan Dalam Membentuk Budaya Bangsa

                Husin Baca Puisi Empat Hari Empat Malam Dengan Berbekal Kopi Sebagai Obat Melek

                  Mata Husin telah memerah, tapi ia tak berhenti membaca. Satu demi satu kertas puisi yang dipegangnya dia baca. Setumpuk kertas lainnya telah menunggu giliran di hadapannya. Sesekali pria 35 tahun ini mengalihkan pandangan ke arah jalan raya di depan restoran Pring Sewu, Tegal. Seakan ia berharap, arus lalu lintas Pantura yang padat membantunya mengurangi rasa kantuk. “Ini memasuki hari kedua,” kata Rosyad K.H., penyelenggara acara baca puisi empat hari empat malam, Ahad lalu. Menurut Rosyad, pembacaan puisi yang dilakukan Husin, selain sebagai uji kemampuan untuk masuk dalam catatan Museum Rekor-Dunia Indonesia, adalah bentuk sosialisasi khazanah puisi nasional. Rosyad juga menjelaskan, dalam aksi baca puisi ini, Husin membaca lebih dari 450… Selengkapnya »Husin Baca Puisi Empat Hari Empat Malam Dengan Berbekal Kopi Sebagai Obat Melek

                  Sajak-sajak Nirwan Dewanto

                    Telur Mata Sapi —untuk Sigmar Polke Hanya mata yang sudah menamatkan Biru samudra mampu menimbang Cangkang letih menggeletar ini. Hanya jari yang pernah bersengketa Dengan merah darah lancar meniti Lengkung seperti punggung iblis ini. Hanya jantung yang sesekali terperam Di gudang bawah tanah patut mengasihani Retakan yang menahan gelegak lendir ini. Hanya lukisan yang rela ditumbuhi Hijau lumut segera memisahkan Telur perempuan dari telur api. Hanya penyair yang tak juga selesai Menjelajahi luasan putih akan berpahala Lapar sejati di pusat kuning ini. Tapi hanya lidah yang sungguh jenuh Oleh garam pasti sanggup membuntuti Puisi pipih gosong di dulang kosong ini. (2023) Piring Terbang —untuk Mao Xuhui Rumah mereka berlabuh di… Selengkapnya »Sajak-sajak Nirwan Dewanto

                    Anak Indonesia Lebih Banyak Menghabiskan Waktu Menonton Televisi Daripada Membaca Karya Sastra

                      Sinetron remaja yang ditayangkan televisi sudah banyak menyihir anak-anak sekolah. Akibatnya, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di depan layar kaca dibanding membaca buku. “Terlebih sekarang, sinetron banyak mengungkap kehidupan di lingkungan sekolah. Meski ceritanya kurang menarik tetapi anak-anak suka saja menonton,” tutur Kepala Pusat Bahasa Depdiknas, Dendy Sugono di sela seminar Asean Pengajaran Sastra Indonesia/Melayu di Sekolah, Senin kemarin di Jakarta. Salah satu pelajaran yang banyak terkena dampaknya terhadap menjamurnya sinetron remaja ini adalah pelajaran sastra. Menurut Dendy, anak-anak sekarang enggan untuk membaca buku cerita dan karya sastra. Padahal membaca karya sastra ini tak sekadar menambah pengetahuan tetapi juga melatih anak-anak lebih terampil berbahasa dan berkomunikasi baik lisan maupun tertulis.… Selengkapnya »Anak Indonesia Lebih Banyak Menghabiskan Waktu Menonton Televisi Daripada Membaca Karya Sastra